sponsor 2a

Your Ad Here

Jumat, 24 September 2010

Contoh proposal PTK: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-1 Tahun Pelajaran 2009-2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Bidang pendidikan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembangunan peradaban bangsa, hal ini sangat perlu dikelola secara dinamis dan impresif. Bidang pendidikan memegang peran yang sangat strategis untuk menjawab tantangan dalam era globalisasi. Bidang pendidikan merupakan usaha sadar untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, menguasai iptek dan pengembangan akhlak dan akal budi manusia. Visi ke depan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia.
Montesori dalam sardiman (2001: 94) menegaskan bahwa: “Anak-anak itu memiliki tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya”.
     Pernyataan ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Hal ini juga memberi pengertian bahwa pendidik harus merancang dan mengelola suatu proses pembelajaran yang memungkinkan semua siswa dapat melakukan aktifitas dan kreatifitas secara mandiri dalam pembelajaran.
Sebagaimana amanah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40, ayat 2 yang menuntut guru untuk mampu menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
Banyak faktor yang menjadi penentu terjadi tidaknya suatu proses pembelajaran, namun harus diakui bahwa “guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar mengajar di sekolah”. Dan hal ini sudah dibuktikan oleh para ahli seperti John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat yang merilis hasil penelitiannya dengan titel “Behind the Classroom Door”. Disampaikan bahwa “peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran” (Suyanto, 2001: 6).
     Lebih lanjut Bobbi DePorter dkk dalam bukunya Quantum Teaching menegaskan bahwa “Anda, sang guru, adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa. Peran anda lebih dari sekedar pemberi ilmu pengetahuan. Anda adalah rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator. Anda, sang guru adalah pengubah kesuksesan siswa”(2004: 11).
     Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Dimana menurut Gary A. Davis dan Margareth A. Thomas, indikator guru yang efektif antara lain adalah: Memiliki hubungan baik dengan siswa. Mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus. Menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar. Mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran. Mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi. Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif (Suyanto, 2001: 6).
     Namun realitas menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya melakukan pembelajaran secara efektif. Kurang memiliki hubungan yang baik dengan siswa, kurang memperhatikan kualitas belajar siswa, acuh tak acuh terhadap masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa. Gurupun belum menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, belum menggunakan metode mengajar yang mampu menggugah minat siswa untuk belajar, belum mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
     Walaupun telah ada usaha untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, namun hal ini masih jauh dari harapan semua pihak. Seperti hasil observasi awal yang dilakukan di SMP Negeri 1 Pulubala. Guru pada saat itu sudah membagi siswa secara berkelompok dan memberikan LKS untuk dikerjakan siswa secara berkelompok, diharapkan dengan pemberian LKS ini semua siswa aktif untuk mengerjakan soal-soal yang ada di dalamnya. Tetapi dalam proses penyelesaian soal tersebut, hanya didominasi oleh sebagian kecil siswa, hanya siswa tertentu saja yang berusaha untuk mencari penyelesaian soal sampai didapat jawaban dari soal tersebut. Dan sebagian besar siswa hanya menunggu hasil pekerjaan temannya, tanpa ada usaha untuk mengerjakan sendiri. Dan yang lebih parah lagi mereka hanya menyalin pekerjaan temannya tanpa mencari tahu cara penyelesaiannya.
     Begitupun dilihat pada proses belajar lainnya, umumnya dalam setiap proses pembelajaran matematika di kelas hanya sebagian siswa yang berpartisipasi aktif, aktif dalam memberikan pertanyaan, mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan pada kegiatan belajar lainnya. Yang pada gilirannya, setelah dilakukan evaluasi kognitif pada akhir pembelajaran pada materi tersebut, ternyata belum sepenuhnya mencapai harapan pelaksanaan pembelajaran. Ini terlihat dari rata-rata capaian siswa kurang dari 60.
     Untuk itu perlu dipikirkan dan dilaksanakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menarik dan menyenangkan siswa untuk belajar serta dapat mengoptimalkan aktivitas dan potensi seluruh siswa.

B. Identifikasi Masalah
     Dalam Panduan KTSP 2006 dinyatakan bahwa “Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini” (Sony, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa mempelajari matematika itu wajib dan mutlak bagi setiap anak bangsa yang ingin memajukan bangsanya setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
     Namun disisi dunia yang berbeda, kita masih mendengar suara-suara sumbang yang menyatakan “Matematika itu momok”, ”Matematika itu menakutkan”, “Matematika itu susah”. Bisa jadi sebagian besar anak didik kita membenarkan kalimat tersebut. Apalagi mereka yang tidak menyukai matematika pasti beranggapan bahwa ilmu pasti ini rumit, njelimet, membingungkan, membosankan, pelajaran yang tidak menyenangkan dan bikin pusing saja. Akhirnya mereka pun jadi malas belajar matematika bahkan ada yang sampai “Matematika Phobia” (ketakutan anak tehadap matematika).
Pendidik seharusnya memiliki metode mengajar yang mampu menggugah minat siswanya untuk belajar. Guru harus dapat memilih pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik dan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diajar. Guru harus mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dan salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar matematika adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).
     Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif dalam dunia matematika, dapat membangun rasa kepercayaan diri mereka, bahkan dapat menghilangkan rasa cemas terhadap matematika. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe sistem tamu sangat menekankan pentingnya diskusi antar siswa dalam tiga tahapan pembelajaran yaitu sebelum bertamu, pada saat bertamu dan setelah bertamu.
     Yang pada dasarnya, diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/pernyataan/keputusan. Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih yang akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi menghasilkan keterlibatan siswa secara optimal karena mereka diminta untuk menafsirkan pelajaran yang mereka terima dan memperoleh pengetahuan dengan mengambil untuk dirinya sendiri.
     Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe sistem tamu. Untuk itu peneliti mengambil judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-1 Tahun Pelajaran 2009-2010”

C. Rumusan Masalah
     Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII-1 semester II Tahun Pelajaran 2009-2010 SMP Negeri 1 Pulubala?

D. Tujuan Penelitian
     Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII-1 semester II Tahun Pelajaran 2009-2010 SMP Negeri 1 Pulubala setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu”.

E. Manfaat Penelitian
     Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagi guru dapat dimanfaatkan sebagai salah satu model pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan   proses belajar dan hasil belajar siswa
2. Bagi siswa untuk mempermudah dalam memahami, mempelajari dan menerima materi pelajaran yang akan diberikan oleh guru.
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah tersebut maupun sekolah-sekolah lain dalam rangka perbaikan proses pembelajaran di kelas.

F. Definisi Operasional
    1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu
Pengertian pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa sedemikian rupa sehingga mengubah tingkah laku siswa kearah yang lebih baik. Model pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu adalah pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok, dan setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain. Pembelajaran tipe Sistem Tamu ini merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe dua tinggal dua tamu. Esensi dari sistem tamu ini adalah terjadinya diskusi antar siswa pada tiga tahapan pembelajaran yaitu sebelum bertamu, pada saat bertamu dan setelah bertamu.
2. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini adalah hasil belajar yang didapat pada saat siswa diberikan tindakan perbaikan pembelajaran yang berupa test individu sebelum dan sesudah berkelompok.

Artikel Lainnya.















Kamis, 23 September 2010

Contoh Case Study Bahasa Indonesia: Menentukan Tema, Latar dan Penokohan Cerpen

     Pagi itu matahari bersinar cerah. Waktu menunjukkan pukul 06.45. Siswa mulai berdatangan, memasuki gerbang sekolah. Mereka langsung bergabung dengan teman-teman mereka yang sudah datang lebih dulu. Mereka saling tegur sapa, bercerita, bercanda, ada yang saling berkejaran, sambil menunggu bel berbunyi. Betapa cerianya mereka. Dalam keadaan seperti itu, seolah tak ada beban yang menghimpit. Semuanya terasa plong.
     Sebagai seorang guru, saya mengharapkan kondisi seperti ini tetap terbawa terus sampai ke ruang kelas. Keceriaan hati yang mewarnai diri seorang siswa akan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan secara sukarela berpartisifasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
     Hari itu hari Kamis. Jadwal untuk pelajaran Bahasa Indonesia nanti pada jam ke-5 dan ke-6 di kelas 9. Kompetensi dasar yang akan dibelajarkan adalah menentukan tema, latar, dan penokohan cerpen. Materi ini menarik untuk dibelajarkan. Siswa akan membaca cerpen, dan diharapkan guru mampu memilih cerpen yang menarik dan relevan dengan anak usia SMP.
     Istirahat pertama telah usai. Pertanda jam kelima akan dimulai. Saya memasuki kelas. Saya memberi salam dan menyapa mereka. Bertanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan cerpen untuk mendekatkan materi kepada siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang saya berikan adalah yang berhubungan dengan tema, latar, dan penokohan. Siswa menjawab pertanyaan saya dengan bersemangat. Kondisi ini memberikan gambaran kepada saya bahwa siswa akan mudah menganalisis cerpen. Agar lebih menarik lagi saya menawarkan kepada siswa untuk belajar di alam terbuka, di bawah pohon ketapang yang menaungi halaman depan sekolah. Tawaran saya disambut dengan gembira oleh mereka. Hal ini lebih menambah rasa optimis saya akan keberhasilan pembelajaran.
     Pada kegiatan inti pembelajaran siswa membentuk kelompok. Setiap kelompok berjumlah tiga orang. Setiap kelompok dibagikan naskah cerpen dua buah. Masing-masing kelompok diminta membaca cerpen dan diharapkan menentukan tema, latar, dan penokohan cerpen. Untuk mengerjakan tugas ini saya memberikan waktu 20 menit. Setelah selesai, saya meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya dan ditanggapi oleh kelompok lain. Agar menarik, setiap kelompok yang akan mempresentasikan hasil kerjanya dimulai dengan yel-yel khas kelompok. Presentasi dimulai, saya perhatikan presentasi anak-anak sangat menarik, karena adanya yel-yel yang diiringi dengan semilir angin di alam terbuka. ”Belajar sastra di alam terbuka,” demikian saya sampaikan kepada mereka.
     Kelompok demi kelompok telah tampil. Dari semua hasil kerja kelompok yang sangat menarik bagi saya adalah penentuan latar suasana pada cerpen yang berjudul ”Mimpi”. Kebetulan tokohnya senang bermimpi dan dalam setiap mimpi itu ia selalu mengalami kesialan. Sehingga diantara lima kelompok yang ada, empat kelompok menjawab suasananya adalah “kesialan”. Alasan yang dikemukakan, karena tokoh tersebut selalu mengalami kesialan. Pada sesi simpulan saya mengarahkan mereka, namun alasan mereka tetap seperti itu. ”Oh......! Begitu!” Terakhir saya mengajukan pertanyaan kepada salah seorang siswa. ”Rahma!, pada saat kau berkunjung ke rumah temanmu, sialnya kau tidak menjumpai temanmu! Bagaimana perasaanmu pada saat itu? Rahma langsung menjawab, “Kecewa Bu!” Apakah itu tidak sama dengan cerpen yang kau baca? Mereka tersenyum dengan pertanyaan terakhir saya.
     Setelah saya menutup kegiatan pembelajaran pada hari itu, saya merefleksi diri bahwa sebagai guru kita tidak boleh menyepelekan hal-hal yang kecil. Materi latar suasana saya anggap sebagai materi yang paling mudah diantara semua materi, tapi ternyata saya gagal dalam membelajarkan materi tersebut.

Artikel Lainnya.