sponsor 2a

Your Ad Here

Jumat, 24 September 2010

Contoh proposal PTK: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-1 Tahun Pelajaran 2009-2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
     Bidang pendidikan memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembangunan peradaban bangsa, hal ini sangat perlu dikelola secara dinamis dan impresif. Bidang pendidikan memegang peran yang sangat strategis untuk menjawab tantangan dalam era globalisasi. Bidang pendidikan merupakan usaha sadar untuk menciptakan suasana belajar agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, menguasai iptek dan pengembangan akhlak dan akal budi manusia. Visi ke depan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia.
Montesori dalam sardiman (2001: 94) menegaskan bahwa: “Anak-anak itu memiliki tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya”.
     Pernyataan ini memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik hanya memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik. Hal ini juga memberi pengertian bahwa pendidik harus merancang dan mengelola suatu proses pembelajaran yang memungkinkan semua siswa dapat melakukan aktifitas dan kreatifitas secara mandiri dalam pembelajaran.
Sebagaimana amanah Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40, ayat 2 yang menuntut guru untuk mampu menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
Banyak faktor yang menjadi penentu terjadi tidaknya suatu proses pembelajaran, namun harus diakui bahwa “guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar mengajar di sekolah”. Dan hal ini sudah dibuktikan oleh para ahli seperti John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat yang merilis hasil penelitiannya dengan titel “Behind the Classroom Door”. Disampaikan bahwa “peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran” (Suyanto, 2001: 6).
     Lebih lanjut Bobbi DePorter dkk dalam bukunya Quantum Teaching menegaskan bahwa “Anda, sang guru, adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa. Peran anda lebih dari sekedar pemberi ilmu pengetahuan. Anda adalah rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator. Anda, sang guru adalah pengubah kesuksesan siswa”(2004: 11).
     Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Dimana menurut Gary A. Davis dan Margareth A. Thomas, indikator guru yang efektif antara lain adalah: Memiliki hubungan baik dengan siswa. Mampu menerima, mengakui dan memperhatikan siswa secara tulus. Menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar. Mampu melibatkan siswa dalam mengorganisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran. Mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi. Mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif (Suyanto, 2001: 6).
     Namun realitas menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya melakukan pembelajaran secara efektif. Kurang memiliki hubungan yang baik dengan siswa, kurang memperhatikan kualitas belajar siswa, acuh tak acuh terhadap masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa. Gurupun belum menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, belum menggunakan metode mengajar yang mampu menggugah minat siswa untuk belajar, belum mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
     Walaupun telah ada usaha untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran, namun hal ini masih jauh dari harapan semua pihak. Seperti hasil observasi awal yang dilakukan di SMP Negeri 1 Pulubala. Guru pada saat itu sudah membagi siswa secara berkelompok dan memberikan LKS untuk dikerjakan siswa secara berkelompok, diharapkan dengan pemberian LKS ini semua siswa aktif untuk mengerjakan soal-soal yang ada di dalamnya. Tetapi dalam proses penyelesaian soal tersebut, hanya didominasi oleh sebagian kecil siswa, hanya siswa tertentu saja yang berusaha untuk mencari penyelesaian soal sampai didapat jawaban dari soal tersebut. Dan sebagian besar siswa hanya menunggu hasil pekerjaan temannya, tanpa ada usaha untuk mengerjakan sendiri. Dan yang lebih parah lagi mereka hanya menyalin pekerjaan temannya tanpa mencari tahu cara penyelesaiannya.
     Begitupun dilihat pada proses belajar lainnya, umumnya dalam setiap proses pembelajaran matematika di kelas hanya sebagian siswa yang berpartisipasi aktif, aktif dalam memberikan pertanyaan, mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan pada kegiatan belajar lainnya. Yang pada gilirannya, setelah dilakukan evaluasi kognitif pada akhir pembelajaran pada materi tersebut, ternyata belum sepenuhnya mencapai harapan pelaksanaan pembelajaran. Ini terlihat dari rata-rata capaian siswa kurang dari 60.
     Untuk itu perlu dipikirkan dan dilaksanakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menarik dan menyenangkan siswa untuk belajar serta dapat mengoptimalkan aktivitas dan potensi seluruh siswa.

B. Identifikasi Masalah
     Dalam Panduan KTSP 2006 dinyatakan bahwa “Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini” (Sony, 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa mempelajari matematika itu wajib dan mutlak bagi setiap anak bangsa yang ingin memajukan bangsanya setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
     Namun disisi dunia yang berbeda, kita masih mendengar suara-suara sumbang yang menyatakan “Matematika itu momok”, ”Matematika itu menakutkan”, “Matematika itu susah”. Bisa jadi sebagian besar anak didik kita membenarkan kalimat tersebut. Apalagi mereka yang tidak menyukai matematika pasti beranggapan bahwa ilmu pasti ini rumit, njelimet, membingungkan, membosankan, pelajaran yang tidak menyenangkan dan bikin pusing saja. Akhirnya mereka pun jadi malas belajar matematika bahkan ada yang sampai “Matematika Phobia” (ketakutan anak tehadap matematika).
Pendidik seharusnya memiliki metode mengajar yang mampu menggugah minat siswanya untuk belajar. Guru harus dapat memilih pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik dan model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang akan diajar. Guru harus mengembangkan potensi siswa secara optimal dengan situasi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dan salah satu model pembelajaran yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar matematika adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).
     Pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan sikap positif dalam dunia matematika, dapat membangun rasa kepercayaan diri mereka, bahkan dapat menghilangkan rasa cemas terhadap matematika. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa serta meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe sistem tamu sangat menekankan pentingnya diskusi antar siswa dalam tiga tahapan pembelajaran yaitu sebelum bertamu, pada saat bertamu dan setelah bertamu.
     Yang pada dasarnya, diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/pernyataan/keputusan. Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih yang akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi menghasilkan keterlibatan siswa secara optimal karena mereka diminta untuk menafsirkan pelajaran yang mereka terima dan memperoleh pengetahuan dengan mengambil untuk dirinya sendiri.
     Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe sistem tamu. Untuk itu peneliti mengambil judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-1 Tahun Pelajaran 2009-2010”

C. Rumusan Masalah
     Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII-1 semester II Tahun Pelajaran 2009-2010 SMP Negeri 1 Pulubala?

D. Tujuan Penelitian
     Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII-1 semester II Tahun Pelajaran 2009-2010 SMP Negeri 1 Pulubala setelah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu”.

E. Manfaat Penelitian
     Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagi guru dapat dimanfaatkan sebagai salah satu model pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan   proses belajar dan hasil belajar siswa
2. Bagi siswa untuk mempermudah dalam memahami, mempelajari dan menerima materi pelajaran yang akan diberikan oleh guru.
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah tersebut maupun sekolah-sekolah lain dalam rangka perbaikan proses pembelajaran di kelas.

F. Definisi Operasional
    1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Sistem Tamu
Pengertian pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa sedemikian rupa sehingga mengubah tingkah laku siswa kearah yang lebih baik. Model pembelajaran kooperatif tipe Sistem Tamu adalah pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok, dan setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain. Pembelajaran tipe Sistem Tamu ini merupakan modifikasi dari model pembelajaran kooperatif tipe dua tinggal dua tamu. Esensi dari sistem tamu ini adalah terjadinya diskusi antar siswa pada tiga tahapan pembelajaran yaitu sebelum bertamu, pada saat bertamu dan setelah bertamu.
2. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini adalah hasil belajar yang didapat pada saat siswa diberikan tindakan perbaikan pembelajaran yang berupa test individu sebelum dan sesudah berkelompok.

Artikel Lainnya.















Kamis, 23 September 2010

Contoh Case Study Bahasa Indonesia: Menentukan Tema, Latar dan Penokohan Cerpen

     Pagi itu matahari bersinar cerah. Waktu menunjukkan pukul 06.45. Siswa mulai berdatangan, memasuki gerbang sekolah. Mereka langsung bergabung dengan teman-teman mereka yang sudah datang lebih dulu. Mereka saling tegur sapa, bercerita, bercanda, ada yang saling berkejaran, sambil menunggu bel berbunyi. Betapa cerianya mereka. Dalam keadaan seperti itu, seolah tak ada beban yang menghimpit. Semuanya terasa plong.
     Sebagai seorang guru, saya mengharapkan kondisi seperti ini tetap terbawa terus sampai ke ruang kelas. Keceriaan hati yang mewarnai diri seorang siswa akan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa akan secara sukarela berpartisifasi aktif dalam kegiatan pembelajaran.
     Hari itu hari Kamis. Jadwal untuk pelajaran Bahasa Indonesia nanti pada jam ke-5 dan ke-6 di kelas 9. Kompetensi dasar yang akan dibelajarkan adalah menentukan tema, latar, dan penokohan cerpen. Materi ini menarik untuk dibelajarkan. Siswa akan membaca cerpen, dan diharapkan guru mampu memilih cerpen yang menarik dan relevan dengan anak usia SMP.
     Istirahat pertama telah usai. Pertanda jam kelima akan dimulai. Saya memasuki kelas. Saya memberi salam dan menyapa mereka. Bertanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan cerpen untuk mendekatkan materi kepada siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang saya berikan adalah yang berhubungan dengan tema, latar, dan penokohan. Siswa menjawab pertanyaan saya dengan bersemangat. Kondisi ini memberikan gambaran kepada saya bahwa siswa akan mudah menganalisis cerpen. Agar lebih menarik lagi saya menawarkan kepada siswa untuk belajar di alam terbuka, di bawah pohon ketapang yang menaungi halaman depan sekolah. Tawaran saya disambut dengan gembira oleh mereka. Hal ini lebih menambah rasa optimis saya akan keberhasilan pembelajaran.
     Pada kegiatan inti pembelajaran siswa membentuk kelompok. Setiap kelompok berjumlah tiga orang. Setiap kelompok dibagikan naskah cerpen dua buah. Masing-masing kelompok diminta membaca cerpen dan diharapkan menentukan tema, latar, dan penokohan cerpen. Untuk mengerjakan tugas ini saya memberikan waktu 20 menit. Setelah selesai, saya meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya dan ditanggapi oleh kelompok lain. Agar menarik, setiap kelompok yang akan mempresentasikan hasil kerjanya dimulai dengan yel-yel khas kelompok. Presentasi dimulai, saya perhatikan presentasi anak-anak sangat menarik, karena adanya yel-yel yang diiringi dengan semilir angin di alam terbuka. ”Belajar sastra di alam terbuka,” demikian saya sampaikan kepada mereka.
     Kelompok demi kelompok telah tampil. Dari semua hasil kerja kelompok yang sangat menarik bagi saya adalah penentuan latar suasana pada cerpen yang berjudul ”Mimpi”. Kebetulan tokohnya senang bermimpi dan dalam setiap mimpi itu ia selalu mengalami kesialan. Sehingga diantara lima kelompok yang ada, empat kelompok menjawab suasananya adalah “kesialan”. Alasan yang dikemukakan, karena tokoh tersebut selalu mengalami kesialan. Pada sesi simpulan saya mengarahkan mereka, namun alasan mereka tetap seperti itu. ”Oh......! Begitu!” Terakhir saya mengajukan pertanyaan kepada salah seorang siswa. ”Rahma!, pada saat kau berkunjung ke rumah temanmu, sialnya kau tidak menjumpai temanmu! Bagaimana perasaanmu pada saat itu? Rahma langsung menjawab, “Kecewa Bu!” Apakah itu tidak sama dengan cerpen yang kau baca? Mereka tersenyum dengan pertanyaan terakhir saya.
     Setelah saya menutup kegiatan pembelajaran pada hari itu, saya merefleksi diri bahwa sebagai guru kita tidak boleh menyepelekan hal-hal yang kecil. Materi latar suasana saya anggap sebagai materi yang paling mudah diantara semua materi, tapi ternyata saya gagal dalam membelajarkan materi tersebut.

Artikel Lainnya.

Jumat, 27 Agustus 2010

Contoh Case Study Matematika: MENGAPA MEREKA TIDAK MENGERJAKAN PR ?

Pada hari rabu pukul 06.00 saya berangkat ke sekolah dibekali dengan doa “ Ya Allah berikanlah kekuatan, mudahkanlah segala urusan, dan fasihkanlah lidahku agar anak didik dapat mengerti semua perkataanku dan jadikanlah mereka senang dan semangat dalam belajar matematika”. Pukul 06.55 saya sudah sampai disekolah. Saya melihat jadwal pelajaran yang ada di papan pengumuman. Ternyata saya mengajar jam ke 3-4 di kelas VIIIa. Sambil menunggu waktu mengajar tiba, saya mempersiapkan alat dan bahan ajar yang akan saya sampaikan kepada siswa-siswaku, antara lain: kertas berwarna, kertas krayon, spidol, lem, gunting, lakban, dan penggaris panjang.
     Tepat pukul 08.35 bel pergantian jam pelajaran berbunyi. Saya mulai masuk kelas. Sekilas kupandang seluruh ruang kelas masih ada kursi-kursi yang kosong. Anak-anak masih agak ramai, ada yang masih ke kantin, ada yang ke toilet dan masih ada yang keluyuran tanpa jelas tujuannya karena habis pergantian jam. Dalam satu kelas ada 31 anak. Saya memberi salam kepada anak-anak: ”Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.” Serentak mereka menjawab salam saya. Kemudian saya bertanya “ Apa kabar anak-anak ?. Mereka serentak menjawab “Alhamdulillah Luar Biasa . . . !”
     Setelah saya mengecek kehadiran mereka, saya mulai pelajaran dengan menanyakan “Apakah ada pekerjaan rumah”? “Ada pak . . . !”. kompak mereka menjawab “Apakah sudah dikerjakan”? tanya saya lagi. Ternyata banyak jawaban siswa. Ada yang jawab “sudah pak . . . !” sebagian lagi mengatakan “sementara dikerjakan pak . . . !” dan lebih banyak siswa yang berteriak “belum pak . . . !” “Ah, ternyata masih banyak siswa yang tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah” Guman saya dalam hati”.
     “Apakah PR nya sulit” lanjut saya bertanya.
     “Mudah . . .! ” dengan suara bulat mereka bersuara.
     “Mengapa tidak dikerjakan” selidik saya.
     “Lupa pak . . .!” coloteh beberapa siswa, dan alasan-alasan lain yang membuat saya hanya bisa tersenyum.
     “Rispandi . . . .! Bagaimana PRmu” ? Tanya saya kepada salah seorang siswa yang dikenal agak bandel. Yang ditanya hanya senyum-senyum dan mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
     “Baiklah . . . . ! untuk yang sudah selesai, tolong diantar untuk bapak periksa, dan bagi yang belum selesai, bapak berikan waktu lima menit untuk menyelesaikan PRnya”. tegas saya memberikan komitmen.
     Setelah semua siswa mengantarkan PRnya dan saya memberi paraf pada buku tugas mereka, selanjutnya saya masuk pada pelajaran berikutnya. Untuk pembukaan, siswa saya minta untuk menghangatkan suasana dengan menyanyikan lagu “Disinilah Disini”. Kemudian masuk pada materi, yaitu tentang Operasi Pecahan Bentuk Aljabar. Saya menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu: “Setelah selesai pembelajaran nanti diharapkan kalian dapat melakukan operasi tambah, kurang, kali, dan bagi pecahan bentuk aljabar”. Dan memotivasi mereka dengan mengatakan bahwa “Apabila materi ini dikuasai dengan baik, maka akan dapat membantu anda dalam menyelesaikan masalah sehari-hari”.
     Dengan membagi siswa menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 7-8 orang, kegiatan inti dimulai. Dilanjutkan dengan memberi materi dan soal yang akan dibahas oleh tiap kelompok. Kelompok I membahas tentang penjumlahan pecahan bentuk aljabar, kelompok II mengkaji tentang pengurangan pecahan bentuk aljabar, kelompok III mengulas tentang perkalian pecahan bentuk aljabar, dan kelompok IV memecahkan masalah tentang perkalian bentuk aljabar. Saya memberikan instruksi “setiap orang harus memahami benar ruang lingkup materi yang dibahas oleh setiap kelompok, karena sebentar kalian akan menjelaskan apa yang kalian kaji, kepada kelompok lain”.
     Dengan antusias siswa mulai membahas materi yang menjadi tanggung jawab mereka. Setiap kelompok saya datangi, ditanyakan tentang masalah, hambatan dan kendala yang mereka hadapi. Saya memberikan arahan-arahan sehingga mereka bisa menemukan sendiri jawaban terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Beberapa menit kemudian, saya mulai mengarahkan mereka untuk bertamu, karena model yang digunakan adalah Sistem Tamu, tiga orang dari tiap kelompok bertamu ke kelompok lain. Setiap tamu diberikan sebuah “Kertas Catatan”. Kertas catatan ini adalah kertas berwarna yang akan digunakan untuk mencatat apa saja yang sudah dibahas dan disajikan oleh “Tuan Rumah”. Setelah hadir semua tamu, tuan rumah dipersilahkan untuk menyampaikan hal-hal yang sudah dibahas, tamu diminta untuk mendengarkan dengan seksama, mencatat pada kertas catatan dan memberikan pertanyaan untuk hal-hal yang tidak dimengerti, penjelasan tuan rumah selesai setelah semua tamu memahami apa yang dibahas oleh tuan rumah tersebut.
     Yang bertamu diminta untuk kembali ke kelompok semula, dan secara bergiliran menjelaskan kepada teman sekelompoknya apa saja yang didapat dari bertamu. Saya menegaskan bahwa “Semua harus memiliki catatan, penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pecahan aljabar”. Beberapa menit kemudian saya mulai memeriksa catatan dan memberikan paraf pada catatan siswa yang sudah lengkap. Dengan memeriksa catatan saya meyakini bahwa apa yang tertuang dalam kertas catatan adalah benar adanya. Siswa diminta untuk menempelkan kertas catatan tadi pada kertas krayon dalam bentuk “Diagram Frayer”. Dan diagram frayer tersebut dipajang di dinding sebagai hasil karya siswa yang berguna sebagai bahan bacaan, dan menjadi catatan bagi siswa-siswa yang tidak sempat mengikuti pembelajaran tersebut.
     Siswa diminta untuk menghangatkan suasana dengan menyanyikan lagu “Operasi Bentuk Aljabar”. Dengan suasana yang kembali ceria, siswa saya minta untuk membuat rangkuman dan melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dipelajari. Sebelum menutup pembelajaran siswa saya berikan Pekerjaan Rumah sebanyak empat nomor. Saya melihat beberapa siswa agak bermuka masam dan bermuka sinis, mungkin dalam hati mereka bergumam “PR Lagi . . . PR Lagi . . .”. Melihat ekspresi wajah seperti itu, saya menghibur mereka dengan mengatakan bahwa “PR itu diberikan, agar kalian banyak berlatih dalam membahas soal-soal, semakin banyak berlatih maka akan semakin mahir kita dalam menyelesaikan setiap persoalan, anda disini datang untuk belajar, maka kerjakanlah PR dengan benar karena itu bagian dari pembelajaran”
     Dengan mengucapkan salam saya menutup pembelajaran. Dengan langkah pasti saya menuju keruangan saya dan dalam setiap langkah saya merasa puas bisa melaksanakan pembelajaran sesuai scenario, namun diselimuti rasa khawatir “Apakah PR yang saya berikan menjadi beban bagi anak-anakku tersayang . . . ?”. Namun disisi lain saya juga berharap agar tugas seperti itu tidak menjadi beban, dan anak-anak mau dan mampu menyelesaikan PR yang saya berikan.

Pertanyaan untuk case study.
1. Pengalaman apa yang dapat anda petik dari case study?
2. Fakta-fakta apa yang terdapat dalam case study?
3. Apa sajakah kegagalan guru dalam case study?
4. Apa sajakah keberhasilan guru dalam case study?
5. Apa yang akan anda lakukan seandainya anda penulis case study tersebut?

     Cerita di atas adalah salah satu contoh dari case study. Dengan contoh tersebut kami berharap anda sudah bisa menuliskan case study berdasarkan pengalaman anda. Saya percaya bahwa anda pasti memiliki cerita yang lebih heboh lagi . . . 


5 KUNCI SUKSES FOR TEACHER UNTUK MEMAHAMI CASE STUDY

APA ITU CASE STUDY? Ini mungkin pertanyaan pertama yang akan muncul dibenak anda. Untuk dapat memahami dengan baik apa dan bagaimana itu case study, silahkan cermati dengan baik 5 kunci sukses for teacher untuk memahami case study. Adapun 5 kunci sukses tersebut adalah sebagai berikut:
     1. Memahami Hakikat Case Study
     2. Memahami 4 (Empat) manfaat Case Study
     3. Memahami 3(Tiga) Cara Mengembangkan Case Study
     4. Memahami Sifat Narasi Pengalaman Mengajar
     5. Memahami 7 (Tujuh ) Petunjuk Untuk Penulisan Case Study

Untuk lebih jelasnya marilah kita simak catatan berikut ini.

1. HAKIKAT CASE STUDY
    • Case Study atau studi kasus adalah rangkuman   pengalaman pembelajaran (pengalaman mengajar) yang ditulis oleh seorang guru/dosen dalam praktik pembelajaran mereka di kelas. Pengalaman tersebut memberikan contoh nyata tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh guru pada saat mereka melaksanakan pembelajaran.
    • Melalui pengkajian Case Study dalam pembelajaran dengan segala komponennya, para guru dapat melakukan evaluasi diri (self evaluation), dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
    • Case Study ditulis dalam bentuk narasi dan berisi pengalaman pembelajaran yang paling berkesan yang Anda ingat karena kesuksesannya, kesulitan, atau pengalaman yang penuh problematika.

2. 4 (Empat) MANFAAT CASE STUDY
    1) Sebagai evaluasi diri (self evaluation) bagi guru untuk dapat memperbaiki dan sekaligus dapat meningkatkan praktik pembelajaran mereka di kelas.
    2) Sebagai pembuka wawasan mahasiswa calon guru terhadap pembelajaran dan penanaman konsep bagaimana seharusnya pembelajaran itu berlangsung.
    3) Guru dan mahasiswa calon guru dapat belajar dari kegagalan orang lain (guru penulis Case Study).
    4) Menemukan kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran berdasarkan pengalaman penulis Case Study.

3. 3 (TIGA) CARA MENGEMBANGKAN CASE STUDY
    1) Seorang guru menceritakan/menulis pengalaman yang sukses atau suatu permasalahan menarik yang muncul saat pembelajaran dengan pokok bahasan atau topik tertentu. Pengalaman yang diceritakan /dituliskan itu menggambarkan pemikiran guru tersebut tentang mengapa permasalahan atau pengalaman tersebut menarik.
    2) Harus ditulis sesegera mungkin supaya tidak terlupakan.
    3) Sebagai masukan dalam penulisan, penulis narasi dapat mempedomani komentar-komentar guru lain (guru mitra) yang ikut mengamati proses pembelajaran.

4. SIFAT NARASI PENGALAMAN MENGAJAR
    Narasi Case Study adalah episode yang diingat, ditulis sebagai sebuah cerita, sebuah naratif. Hal ini harus sangat khusus, sangat bersifat lokal. Harus menyertakan unsur manusia: minat guru, aksi dan kesalahan, frustrasi, dan kesenangan, atau kekecewaan, yang dirasakan pada akhir sesi. William Louden, ”Case Studies in Teacher Education” (1995)

5. 7(TUJUH) PETUNJUK UNTUK PENULISAN CASE STUDY
    1. Case Study harus mendeskripsikan kejadian yang real. Case Study bukan dongeng yang memperagakan perilaku atau hasil yang ideal. Penulis perlu jujur.
    2. Ditulis dengan gaya informal dan alami sehingga mudah menarik rasa empati dari para pendengar untuk si penulis.
    3. Narasi kegiatan pembelajaran perlu dibuat/ditulis lengkap sehingga pengalaman bisa dibayangkan oleh pembaca.
    4. Sangat faktual dan kontekstual: nama siswa ada; kata riil dari siswa kalau diingat.
    5. Perlu ada problematika yang didalamnya dibentangkan hal yang dirasakan oleh guru pengajar dan yang membuka interpretasi yang bervariasi pada saat diskusi tentang masalah inti, sehingga semua peserta tertarik untuk mengikutinya.
    6. Perlu mencari tahu tentang masalah yang ada didalamnya dan mempertanyakan tentang solusi.
    7. Pendek — dua halaman cukup.

    Dengan 5 KUNCI SUKSES FOR TEACHER UNTUK MEMAHAMI CASE STUDY tersebut kami berharap anda sudah bisa membuat sebuah case study berdasarkan pengalaman anda. Namun seandainya anda masih mengalami kesulitan untuk MENULISKANNYA, silahkan lihat BEBERAPA CONTOH CASE STUDY di bawah ini yang mungkin bisa mengilhami anda untuk menuliskan pengalaman anda tersebut.
Apakah ada hal lain yang belum anda pahami?

Artikel lainnya.

Selasa, 24 Agustus 2010

9 (SEMBILAN) KUNCI SUKSES FOR TEACHER MEMBUAT CLASSROOM ACTION RESEARCH

Apakah anda seorang mahasiswa yang kebingungan untuk membuat skripsi yang berbasis Penelitian Tindakan Kelas? Atau anda seorang teacher yang ingin membuat Karya Tulis Ilmiah khususnya tentang Classroom Action Research? Ataukah hanya pemerhati pendidikan yang menginginkan kemajuan pendidikan di negeri ini?
      Siapapun anda, Anda layak untuk membaca tulisan ini. Bacalah seterusnya, barangkali tulisan ini bisa memberi anda inspirasi dan menguatkan tangan anda bergerak untuk membuat tulisan yang berhubungan dengan Classroom Action Research.
      Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah salah satu bagian dari Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang sangat mudah dilakukan baik dalam pengembangan profesi guru maupun untuk tugas akhir yang berupa skripsi bagi mahasiswa. Namun sayangnya masih banyak mahasiswa maupun guru yang kesulitan untuk membuat KTI yang berbentuk Penelitian Tindakan Kelas ini.
     Sebenarnya ada langkah-langkah jitu yang yang biasa dilakukan oleh para Teacher Professional untuk bisa menyusun sebuah proposal PTK bahkan sampai menjadikan proposal PTK tersebut menjadi suatu laporan Penelitian Tindakan Kelas. Guru-guru yang sangat professional dalam menghasilkan sebuah PTK memulai langkah penelitian dari hal yang paling sederhana. Hal ynag sangat sederhana tersebut adalah menerapkan 9 (sembilan) KUNCI SUKSES FOR TEACHER dalam membuat suatu penelitian.
     Adapun 9 (sembilan) KUNCI SUKSES FOR TEACHER dalam membuat suatu Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai berikut: 
     1. Membuat Case Study
     2. Membuat Kajian Kritis
     3. Mengidentifikasi Masalah
     4. Menyusun Proposal 
     5. Merencanakan Tindakan
     6. Melaksanakan Tindakan dan Mengumpulkan  Data
     7. Menganalisis dan Menginterpretasi Data
     8. Merefleksi dan Menindaklanjuti
     9. Menyusun Laporan
     Dari sembilan langkah di atas, langkah PERTAMA yang harus dilakukan adalah Membuat Case Study. Mengapa harus MEMBUAT CASE STUDY? Jawaban singkatnya adalah karena dari CASE STUDY kita bisa mendapatkan banyak masalah atau problema yang terjadi di kelas kita yang pada gilirannya akan menuntut kita untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. 

Apakah anda memiliki pemikiran yang lain?

Artikel Lainnya.